Neo Kaligrafi di MTQ Riau:

LANCANG KUNING BELAYAR TAMBAH KENCANG ⛵ 🔲🖌️

● Didin Sirojuddin AR
Tulisan dan lukisan KALIGRAFI di MTQ Prov. Riau ke-43 2025 tambah dahsyat saja. Dahsyat dan memikat. Kualitas estetisnya meroket. Tambah artistik dengan nuansa olahnya semakin variatif. Bukan hanya bikin hati senang. Saya malah terseret ke kenangan tahun 1994. Itulah waktu diselenggarakannya MTQ Nasional ke-17 1994 di “Bumi Lancang Kuning” Riau. Saya salahsatu jurinya. Sebelumnya, 8 X bolak-balik Jakarta–Pekanbaru untuk menggembleng 8 kaligrafer Riau agar kuat bertempur dalam musabaqah akbar tersebut.
Dalam MTQ Nasional ke-17 1994, saya bikin acara Dialog Kaligrafi, disisipi deklarasi _*Lancang Kuning Agreement*_ alias Kesepakatan Lancang Kuning. Lancang Kuning adalah kapal layar kebanggaan Kerajaan Melayu Riau. Bila berlayar malam dengan gelombang menerjang, Lancang Kuning harus dikemudikan oleh nakhoda ahli supaya tidak tenggelam. Deklarasi itu sengaja disulut sebagai titik tolak semangat “pengembangan kaligrafi di Indonesia” dari MTQNas 1994 di bumi Lancang Kuning Riau. Sebab, waktu itu, *MSKQ* alias Musabaqah Seni Kaligrafi Al-Qur’an (مسابقة خط القرآن) masih dalam tahap belajar, sederhana, sedang mencari bentuk jati dirinya, dan memerlukan “gebrakan”. Gebrakannya dimulai dari “semangat menerjang gelombang” sang bahtera Lancang Kuning.
Ah, sebaiknya saya dengarkan dulu lirik lagu Lancang Kuning Jamal Abdillah biar serasa diayun ke alam mimpi:
Lancang Kuning
Lancang Kuning belayar malam
Belayar malam…….
Lancang Kuning
Lancang Kuning
Lancang Kuning belayar malam
Hai belayar malam.
Haluan menuju
Haluan menuju ke laut dalam
Haluan menuju
Kalau nakhoda
Kalau nakhoda kuranglah paham
Hai kuranglah paham
Kalau nakhoda
Kalau nakhoda kuranglah paham
Hai kuranglah paham
Alamat kapal
Alamat kapal akan tenggelam
Alamat kapal
Alamat kapal akan tenggelam
Lancang Kuning belayar malam (2X)
Lancang Kuning
Lancang Kuning menentang badai
Menentang badai
Lancang Kuning menentang badai
Hai menentang badai……
Seperti serentetan mitraliur yang ditembakkan. Semangat “menerjang gelombang” dibawa seluruh peserta MSKQ–MTQNas ke seluruh penjuru Indonesia. Sejak 1994 tsb KALIGRAFI di Indonesia tak lagi hanya keterampilan, apalagi skill _zonder_ ilmu. Para khattat atau kaligrafer mengembangkannya ke PEMIKIRAN. Maka, jadilah kaligrafi benar-benar *SENI* (الخط فن), kaligrafi benar-benar *ILMU* (الخط علم), dan kaligrafi benar-benar *FILSAFAT* (الخط فلسفة). Para peserta musabaqah tambah menguasai (dengan tingkat kehalusan menggores) ragam *Khat Klasik Tradisional* Naskhi, Tsulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah dengan rincian lekak-lekuknya sampai ragam *Khat Kontemporer* Tradisional, Figural, Simbolik, dan Ekspresionis untuk Golongan Naskah, Hiasan Mushaf, Dekorasi, Kontemporer, dan Digital. Unsur Seni Rupanya juga memperlihatkan _show bizarre_ warna-warna yang semakin sensasional. Inisiatif berkreasi penuh inovatifnya disokong wabilkhusus oleh kehadiran Golongan Kontemporer dan Digital yang “aduhai”, menambah greget dalam berkarya. Persaingan yang bertambah ketat berekses ke pertarungan yang semakin keras. Berbeda dengan karya-karya sebelum 1994 yang kalem bin adem, pasca 1994 semuanya jadi karya-karya perjuangan yang lebih beringas. Saya lihat para pelomba berdatangan di arena musabaqah dengan tampang-tampang pejuang. Seperti Yulius Caesar datang di Kota Roma dengan tereakan _”Vini, vidi, vici!”_ (“Aku datang, aku lihat, aku menang!”). Seperti datang untuk menyimak wejangan emir el-syu’ara Ahmad Syauqi:
قٍفْ دُونَ رأيِكَ فى الحٌيٌاةِ مُجاهٍدًا #
إِن الحياةٌ عَقيدٌةٌ وجِهادُ
“Perjuangkanlah pendapatmu sekuat tenaga dalam mengarungi hidup. Sesungguhnya hidup adalah keyakinan dan perjuangan.”
Teringat, pada th. 1994 (pas tahun saya naik haji), saya melatih beberapa kader Riau Muktamar, Ali Muksin, Nana Nashiruddin, Abdul Lathif, Syamsul Rijal, Umi Kalsum, Siti Rahayu, dan Yelia Erawati. Kini, 31 tahun kemudian, mereka sudah jadi tokoh, guru, dan pembina kaligrafi Riau. Hari ini pada tahun 2025, Riau memiliki lebih 400 khattat/kaligrafer profesional mayoritas alumni Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka, Sukabumi, yang saya dirikan th 1998. Uniknya, santri Lemka pertama (dari 4 santri) satunya dari Riau. Dari Riau pula jumlah santri Lemka terbanyak. Bahkan di MTQ Riau Golongan Kaligrafi Digital pertama kali dilombakan. Ini mengundang dan menggoda para khattat di 27 Provinsi lainnya menauladani Riau.
Di mana-mana anak-anak muda menulis dan melukis kaligrafi. Gelombang air laut dan badai mengamuk tambah menjadi-jadi. Hebatnya, bahtera Lancang Kuning yang berlayar malah melaju tambah kencang. Terus melaju tambahlah kencang…….. ⛵ 🔲🖌️
COMMENTS